Selasa, 03 Januari 2012

pemikiran fazrul rahman


BAB I
PENDAHULUAN
Didalam dunia islam, kita telah mendengar bahwa pintu ijtihad atau pemikiran baru telah tertutup. Namun, tidak ada yang tahu siapa yang menutup pintu ijtihad tersebut.  Walaupun secara formal pintu ijtihad belum tertutup, namun suatu keadaan melanda dunia islam dimana semua kegiatan berpikir menjadi berhenti. Namun, secara yurispundensi bahwa secara formal pintu ijtihad tidak pernah ditutup. Sunnah maupun ijma’ tidak dipergunakan dalam proses ijtihad sehingga menyebabkan ijtihad berubah menjadi formal.[1]
Suatu pernyataan dari Al Awza’i “manusia……. yang sunnahnya paling patut untuk diikuti adalah nabi”. Jelas sekali bahwa pernyataan  ini mengandung pengertian-pengertian bahwa sunnah yang otoritatif dapat bersumber dari setiap orang yang kompeten.[2]  Dalam hal ini manusia itu diperbolehkan untuki melakukan ijtihad selama orang itu mampu dan memenuhi syarat sebagai seorang mujtahid. Adapun syarat-syarat untuk menjadi mujtahid yaitu:
1.      Islam dan bersikap adil
2.      Mengetahui tentang al Quran berserta makna-maknanya dari sudut bahasa dan syariat.
3.      Mengetahui hadith beserta makna-maknanya dari sudut bahasa dan syariat.
4.      Mampu mengetahui tentang masalah-masalah ijmak serta tempat-tempat berlaku ijmak. Hal tersebut supaya mereka tidak mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengannya.
5.      Mengetahui al Qiyas - iaitu merangkumi tentang Illah, hikmat, kemaslahatan masyarakat serta uruf.
6.      Mengetahui dan memahami bahasa Arab dengan baik dan sempurna. Hal ini supaya dapat mentafsirkan al Quran dan Hadith dengan baik serta dalam istinbat hukum.
7.      Mengetahui tentang nasikh mansukh daripada al Quran dan hadith.
8.      Mengetahui ilmu usul fiqh, Kerana ia merupakan asas dalam berijtihad dan istinbath hukum
9.      Mempunyai kefahaman yang baik dan benar, supaya mampu untuk membezakan pendapat yang benar dan pendapat yang salah. Iaitu mempunyai kecerdikan serta kemahiran dalam ilmu pengetahuan yang mendalam.
10.  Baligh iaitu cukup umur dan sempurna akal pemikiran.
11.  Mengetahui tentang dalil akal serta kehujahannya.
12.  Mengetahui nash dan dalil yang berkaitan dengan hukum hakam sekurang-kurangnya, biarpun tidak menghafaznya.
13.  Mengetahui tentang sebab nuzul ayat serta sebab datang hadith atau asbab Wurud Hadith serta syarat hadith Mutawattir dan Ahad.[3]




BAB II
PEMBAHASAN
A.  Latar belakang Fazlur Rahman
Pada tahun 1919, Fazrul Rahman dilahirkan di Pakistan. Beliau dibesarkan dalam keluarga yang bermadzab Hanafi, suatu madzab fiqih yang dikenal paling rasional diantara madzab sunni lainnya. Sejak kecil sampai umur belasan tahun selain mengennyam pendidikan formal Rahman juga menimba banyak ilmu tradisional dari ayahnya seorang Kyai yang mengajar di madrasah tradisional paling bergengsi di anak benua Indo-Pakistan. Ketika menginjak usia sepuluh tahun, dia sudah bisa membaca Al-Qur’an di luar kepala. Fazlur juga menerima ilmu hadis dan ilmu syariah lainnya.
Fazrul Rahman berhasil menamatkan pendidikannya dibidang sastra Arab di Departemen Ketimuran pada Universitas Punjab. Kemudian pada tahun 1946, Rahman melanjutkan studi doktornya di Oxford University dan selesai pada tahun 1951 dengan doktor filsafat. Ia mengajar di Durham University, Inggris kemudian menjabat sebagai Associate Profesor of Philisophy di Islamic Studies, McGill University, Kanada. Pada Agustus 1962, Ia diangkat sebagai direktur pada Institute of Islamic Research. Pada tahun 1964, Rahman diangkat sebagai anggota lembaga Advisory Council of Islamic Ideology Pemerintah Pakistan. Lembaga tersebut bertujuan untuk menafsirkan Islam dalam bagian-bagian rasional dan ilmiah dalam rangka menjawab kebutuhan-kebutuhan masyarakat modern yang progresif.  Sedangkan Dewan Penasehat Ideologi Islam bertugas meninjau seluruh hukum baik yang sudah ditetapkan maupun yang belum ditetapkan, sejalan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
Fazlur memulai tulisannya dengan memaparkan secara singkat kegelisahan intelektualnya tentang kondisi kondisi umat Islam yang terbelenggu dengan tertutupnya pintu ijtihad. Kemudian  Rahman menguraikan evolusi historis hadist dari perkembangan awal hadist di masa Nabi. Pada akhirnya Rahman menawarkan sosiologis yang hidup (living sunnah) melalui pendekatan historis yang dipadu dengan pendekatan metodologi dalam studi hadist untuk mengembalikan kembali hadist menjadi sunnah. Kemudian Rahman merasakan kegelisahan dikarenakan manusia  melakukan pembaharu dengan mengeksploitasi prinsip tahayyul serta talfiq.
B.  Membuka Pintu Ijtihad Fazlur Rahman

Berdasarkan temuan historis Rahman mengenai empat prinsip dalam evolusi perkembangan yaitu Al-Qur’an, sunnah, ijthad dan ijma’  dalam bukunya Islamic Methodology in History (1965), yang dilatari oleh pergumulannya dalam upaya-upaya pembaharuan (hukum) Islam di Pakistan, pada gilirannya telah mengantarkannya pada agenda yang lebih penting lagi yaitu perumusan kembali penafsiran Al-Qur’an yang merupakan jantung ijtihadnya.
Dalam kajian historisnya ini, Rahman menemukan adanya hubungan organis antara sunnah ideal Nabi SAW dan aktivitas ijtihad-ijma’. Bagi Rahman, sunnah kaum muslim awal merupakan hasil ijtihad personal, melalui instrumen qiyas, terhadap sunnah ideal nabi SAW yang kemudian menjelma menjadi ijma’ atau sunnah yang hidup. Di sini, secara tegas Rahman menarik garis yang membedakan antara sunnah ideal nabi SAW di satu sisi, dengan sunnah hidup kaum muslim awal atau ijma’ sahabat di sisi lain. Dengan demikian, ijma’ pada asalnya tidaklah statis, melainkan berkembang secara demokratis, kreatif dan berorientasi ke depan. kemudian, karena keberhasilan gerakan penulisan hadis secara besar-besaran yang dikampanyekan Al-syafi’I untuk menggantikan proses sunah-ijtihad-ijma’ tersebut, proses ijtihad-ijma’ terjungkirbalikkan menjadi ijma’-ijtihad. Akibatnya, ijma’ yang tadinya berorientasi ke depan menjadi statis dan mundur ke belakang.
Rahman kemudian menolak doktrin tertutupnya pintu ijtihad. Rahman mendobrak doktrin ini dengan beberapa langkah, antara lain:
1.        Menegaskan bahwa ijtihad bukanlah hak privilise eksklusif golongan tertentu dalam masyarakat muslim
2.        Menolak kualifikasi ganjil mengenai ilmu gaib misterius sebagai syarat ijtihad
3.        Memperluas cakupan ranah ijtihad klasik.
C.  Dasar Filosofis dan Kerangka Pemikiran Fazlur Rahman
Yang menjadi dasar filosofis pemikiran Fazlur Rahman, antara lain:
1)      Bahwa dalam perjalanan sejarah telah terjadi penggeseran dari otoritas sunnah Nabi menjadi sunnah yang hidup dan akhirnya menjadi hadist.
2)      Sunnah Nabi merupakan sunnah yang ideal, sunnah yang hidup merupakan interpretasi dan implementasi kreatif para sahabat dan tabi'in terhadap sunnah ideal tersebut. Sedang hadits merupakan upaya penuturan sunnah dalam suatu catatan.
3)      Sunnah dan Hadits ada perbedaan yang sangat penting : secara garis besara Sunnah merupakan sebuah fenomena praktis yang ditujukan kepada norma-norma behavioral, sedangkan Hadits tidak hanya menyampaikan norma-norma hukum tetapi juga keyakinan-keyakinan dan prinsip-prinsip relegius.
4)       Kandungan aktual sunnah dari generasi-generasi Muslim di masa lampau secara garis bersarnya adalah produk ijtihad apabila ijtihad ini, melalui interaksi pendapat secara terus menerus, akhirnya dapat diterima oleh semua ummat atau disetujui secara konsensus (ijma'). Karena sebagian besar kandungan dari keseluruhan hadits adalah tidak lain dari Sunnah ijtihad dari generasi pertama kaum muslimin.
Kemudian, yang menjadi kerangka pemikiran Fazlur Rahman adalah:
a.    Umat Islam mengalami krisis metodology yang tampaknya sebagai penyebab kemunduran pemikiran Islam ke masa depan, karena menurutnya metodology sebagai titik pusat penyelesaian krisis intelektual Islam.
b.    Pada zaman Sahabat awal periode I, umat Islam menggunakan dua sumber pokok (al-Qur'an dan Hadits) yang sifatnya sangat dinamis dan historis, tetapi pada akhir periode I dan awal periode II pemikiran keagamaan umat Islam menjadi normatif yang sifatnya kaku dan formal, sehingga hasil pemikiran Islam bersifat a hisrtoris dan dokmatis. Fenomena ini disebabkan oleh pengaruh (penetrasi) pemikiran Barat.
c.    Fazlur Rahman, melihat ada kekeliruan konsepsional pemikiran sarjana-sarjana Barat tentang konsep Sunnah yang menyebabkan sarjana-sarjana Barat tersebut menolak konsep Sunnah Nabi.
d.    Rahman menyatakan bahwa ketidakserasian hubungan antara “Sunnah - Ijtihad - dan ijma'” dan evolusi serta perkembangan Sunnah Nabi menjadi Hadits, yang menurutnya pemikiran umat Islam akan menjadi statis dan menghadap ke masa lampau. Melihat fenomena ini Rahman menyatakan umat Islam memerlukan pemikiran secara metodologis tentang Islam Normatif dan Islam Historis dengan membedakannya secara tegas. Selain itu menurutnya Islam normatif sebagai kriteria untuk menilai Islam historis. Untuk itu, Rahman menyarankan agar pemikir-pemikir Muslim perlu melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi total atas warisan sejarah Muslim dalam berbagai aspek.
D.  Perkembangan Pemikiran dan Karya-Karya Fazlur Rahman
Oleh Taufik Adnan Amal membagi perkembangan pemikiran ke dalam tiga tahapan yang utama, yang didasarkan pada perbedaan karakteristik karya- karyanya, yaitu:
1.    Periode awal decade( 50-an)
Ada tiga karya besar yang disusun Rahman pada periode ini yaitu: Avicenna’ psychology (1952), Avicenna’s De Anima (1959), dan Prophecy in islam, Philosophy and Orthodoxy ( 1958). Dua yang pertama merupakan terjemahan dan suntingan karya ibn sina. Sementara yang terakhir mengupas perbedaan doktrin kenabian antara yang dianut oleh para filosof. Untuk melacak pandangan filosof, Rahman mengambil sampel dua filosof terkenal yaitu Al Farabi(870-890) dan Ibn Sina (980-1037). Secara berturut-turut, dikemukakan pandangan kedua filosof tersebut tentang wahyu teknis atau imaninatif, doktrin mukjizat dan konsep dakwah syari’ah. Rahman menyimak pemikiran Ibn Hazm, Al Ghzali, Al-Syahrastani, Ibn Taymyah dan Ibn Khaldun. Hasilnya adalah kesepakatan aliran ortodoks dalam menolak pendekatan intelektualis-murni para filosof terhadap fenomena kebabian. Memang kalangan mutakallimin tidak begitu keberatan menerima kesempurnaan intelektual nabi. Tapi mereka lebih menekankan nilai-nilai sya’ah ketimbang intelektual.      
2.    Pada periode kedua ( Pakistan)
Pada periode Rahman menulis buku yang berjudul Islamic Methodology in History (1965). Dalam menyusun buku ini Rahamn mempunyai tujuan untuk memperlihatkan: 1. Evolusi historis perkembangan empat prinsip dasar (sumber pokok) pemikiran islam, (2) peran actual prinsip-prinsip ini dalam perkembangan sejarah Islam itu sendiri.
3.    Periode Chicago
Rahman menyusun The Philosophy of Manulla Sadra (1975), Major Theme of the Qur’an (1980) dan Islam and Modernity: Transformatif of an intelektual tradition (1982)
Karya Rahman pada periode pertama bersifat kajian historis, sedangkan pada periode kedua bersifat historis sekaligus interpretative(normatif), maka karya-karya pada periode yang ketiga ini lebih bersifat normative murni. Pada periode awal dan kedua, Rahman belum secara terang-terangan mengaku terlibat langsung dalam arus pembaharuan pemikiran islam. Baru pada periode ketiga Rahman mangakui dirinya, setelah membagi babakan pembaharuan dalam dunia Islam, sebagai juru bicara neo modernis.[4]


BAB III
PENUTUP
Fazlur Rahman menyatakan bahwa pintu Ijtihad belum tertutup.menurut  Rahman ijma’ pada asalnya tidaklah statis, melainkan berkembang secara demokratis, kreatif dan berorientasi ke depan. Menurutnya, proses sunah-ijtihad-ijma’ terjungkirbalikkan menjadi ijma’-ijtihad. Akibatnya, ijma’ yang tadinya berorientasi ke depan menjadi statis dan mundur ke belakang.
Isosceles Triangle: Pemikiran Fazlur RahmanSunnah

Sarana Interpretasi

Ijtihad                                                             Ijma’

Adapun yang menjadi dasar dari pemikiran Fazlur Rahman, antara lain:
a.       Penggeseran sejarah dari otoritas sunnah nabi menjadi sunnah yang hidup dan akhirnya menjadi hadist.
b.      Sunnah nabi merupakan sunnah yang ideal
c.       Sunnah dan Hadist merupakan dua hal yang berbeda
d.      Kandungan aktual sunnah dari generasi-generasi Muslim di masa lampau secara garis bersarnya adalah produk ijtihad.




DAFTAR PUSTAKA
Rahman , Fazrul .1995.Membuka Pintu Ijtihad.Pustaka:Bandung
PAI  D.2010. Makalah PMDI(membuka pintu ijtihad Fazlur Rahman
Pengantar Usul Fiqh - Ustaz Abd Latif Muda dan Ustazah Rosmawati Ali. Terbitan Pustaka Salam




[1] Fazrul Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, (Bandung: Pustaka, 1995), hal. 227
[2] Ibid, hal.40
[3] Pengantar Usul Fiqh - Ustaz Abd Latif Muda dan Ustazah Rosmawati Ali. Terbitan Pustaka Salam.
[4] PAI D, Makalah PMDI(membuka pintu ijtihad Fazlur Rahman), 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar